Umat Islam di Bawah
Bayang-Bayang Golongan Kafir
Oleh Irfan S. Awwas
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ, نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ,  وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ  أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ  فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ  لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ,  أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ  وَأُمَّتِهِ الْمُطِيْعِيْنَ.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَقُوْلُوا قَوْلاً  سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ  وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيْمًا. أَمَّا  بَعْدُهُ : أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ  الْمُتَّقُوْنَ
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
SETELAH kaum Muslimin melewati bulan yang paling mulia dan istimewa  di sisi Allah Swt; kini kita berada di hari Idul Fithri, 1 Syawal 1431  H. Semoga Allah Swt menjadikan ibadah Ramadhan kita sebagai saksi yang  meringankan kelak di yaumul akhir.Maka, kita patut bersyukur kepada  Allah yang telah menunjukkan jalan hidayah, melimpahkan ni'mat-Nya, dan  memenuhi kebutuhan makhluk-Nya, sehingga kita dapat menjalankan shalat  Idul Fithri di tempat ini.
Maha suci Allah yang telah menciptakan siang dan malam. Sesungguhnya,  setiap makhluk hidup membutuhkan sinar mentari agar tetap menyinari  bumi dan malam untuk beristirahat; maka Allah Swt tidak menghentikan  peredaran matahari, dan tidak mencabut perputaran malam, sekalipun  sepanjang malam dan siang hari manusia bergelimang dalam dosa,  mengingkari perintah Allah serta mengabaikan larangan-Nya.
Oleh karena itu, marilah kita bertaqwa kepada Allah agar kita menjadi  manusia yang paling ideal menurut Al-Qur'an, karena Allah menyatakan  dalam firman-Nya: "Sesungguhnya manusia yang paling mulia di sisi Allah  adalah mereka yang paling bertaqwa". Terhadap orang yang bertaqwa Allah  Swt berjanji:
"Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan  katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memper- baiki bagimu  amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.Dan barangsiapa menaati  Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang  besar."(Qs. Al-Ahzab,33:70-71)
Pola hidup taqwa, yaitu ta'at kepada Allah dan tidak maksiat  kepada-Nya, semestinya menjadi agenda hidup umat Islam, agar Allah Swt  berkenan menolong kita dalam urusan dunia, memberi solusi atas problema  yang kita hadapi. Allah Swt berjanji, 
"siapa yang bertaqwa akan  diberi jalan keluar terhadap segala persoalan dan akan diberi rezki dari  arah yang tidak disangka-sangka." (Qs.65:2-3)
Kemudian, kita sampaikan shalawat dan salam kepada junjungan kita  Nabi Muhammad Saw. yang telah diutus Allah sebagai 
uswah hasanah  (tauladan hidup terbaik) bagi manusia. Sebagai utusan Allah, beliau  telah membuktikan kesempurnaan Islam dan menyeru manusia supaya  berpegang teguh pada syari'at Islam, agar tidak tersesat jalan.
Dewasa ini, di Indonesia terdapat berjuta-juta manusia yang belum  mendapatkan hidayah-Nya, mereka tetap kafir serta menentang Allah Swt.  Celakanya, orang-orang kafir itu secara agresif dan terus menerus  berusaha menambah jumlah pengikut, bersama dalam kesesatan, dengan  memurtadkan umat Islam menggunakan senjata ideologi, ekonomi serta  opini. Untuk kepentingan ini, mereka menggunakan taktik manipulatif,   memosisikan diri seolah-olah minoritas tertindas yang harus dilindungi  dari 'radikalisme' kelompok Islam. Mereka menuntut perlakuan istimewa,  memperotes sikap umat Islam terhadap non Islam, tanpa pernah  mempersoalkan kejahatan non Islam terhadap umat Islam.
Maha Benar Allah Swt yang telah memberikan solusi ruhiyah,  melalui  do'a dalam surat Al-Fatihah, agar ditunjuki jalan hidup Islam yang  dikaruniai Allah dan dijauhkan dari jalan hidup orang-orang Yahudi yang  dimurkai dan jalan hidup orang-orang Nashrani yang tersesat.
Jalan hidup yang dikaruniai Allah adalah jalan yang diikuti Muhammad  Rasulullah Saw, sebagaimana dalam firman-Nya:
"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman  ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan  mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,  membersihkan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan  al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan nabi itu mereka  benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (Qs. Ali Imran, 3:164).
Allah Swt mengutus Nabi dari jenis manusia agar dia dapat diikuti dan  dicontoh. Jadi, tidak ada alasan untuk menolak ajaran beliau, sekalipun  berbeda suku bangsa, etnis, ras, warna kulit, budaya dsbnya. Karena  kebaikan Islam, bukan saja diperlukan oleh manusia tapi juga bermanfaat  bagi siapa saja yang mengamalkannya.
Sedangkan jalan hidup orang-orang yang dimurkai dan tersesat adalah  jalan hidup yang diikuti oleh orang-orang Yahudi dan Nashrani. Bila kaum  Muslim mengikuti jalan hidup, budaya serta adat istiadat mereka, pasti  akan tersesat dari jalan kebenaran dan dimurkai Allah Swt.
الله اكبر الله اكبر و لله الحمد
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah
 Kehidupan yang dijalani bangsa Indonesia dewasa ini, bukanlah jalan  hidup yang seharusnya dilalui. Beragam problem kehidupan yang kita  hadapi, bukanlah problem yang lahir lantaran melaksanakan Islam. Tetapi  justru karena umat Islam meninggalkan syari'at Islam, dan mengikuti  jalan hidup orang-orang yang tersesat dan dimurkai Allah, sehingga  petaka demi petaka datang menimpa.
Benarlah nubuwah Rasulullah Saw, akan datangnya suatu zaman setelah  beliau, yang menimpa umat Islam seperti sabdanya:
يَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ مَا الإِسْلاَمُ إِلاَّ اِسْمُهُ ،  وَمَا القُرْآنُ إِلاَّ رَسْمُهُ ، وَمَا المْسْجِدُ إِلاّ بُنْيَانَهُ  يَتَابَاهُ بِهِ النَّاسُ [الطبراني]
"Akan datang suatu zaman pada manusia tiada tinggal dalam Islam  kecuali namanya, tiada tinggal dalam Alqur'an kecuali tulisannya, dan  masjid-masjidnya tinggal menjadi bangunan megah." (ath-Thabrani)
Di zaman ini, betapa banyaknya orang yang mengaku Muslim, tapi  seolah-olah jumlah mayoritas tidak berpengaruh signifikan dalam  membangun masyarakat yang adil dan makmur, tidak berperan dalam  mengangkat harkat dan martabat kemuliaan negeri ini. Islam tinggal nama  dan Al-Qur'an tinggal tulisan, akibat pengaruh fikrah serta ideologi  anti syari'ah Islam menjajah aqidah dan mengintervensi pandangan hidup  umat Islam. Atas nama demokrasi, umat Islam dihambat melaksanakan  syari'at Islam, padahal demokrasi bukanlah jalan mereka yang diberi  karunia oleh Allah. Atas nama toleransi, aqidah umat Islam dikebiri  dengan mengatakan semua agama sama saja. Dan atas nama hak asasi  manusia, ajaran Islam dikoreksi dan melepaskannya dari ikatan Qur'an dan  sunnah Nabi Saw.
Penetrasi pemikiran ini membuktikan bahwa Indonesia dengan mayoritas  penduduknya beragama Islam, hidup di bawah bayang-bayang golongan kafir,  kaum yang dimurkai dan tersesat dari jalan Allah. Faktanya, dalam  banyak kasus, penguasa negeri ini lebih mendengarkan aspirasi golongan  kafir, lebih apresiatif terhadap tuntutan mereka daripada tuntutan umat  Islam. Lebih renponsif terhadap problem golongan kafir daripada problema  umat Islam, sehingga umat mayoritas selalu dituntut melindungi warga  minoritas non Islam. Eksistensi umat Islam hanya dijadikan payung  sekaligus tangga naik bagi setiap tokoh yang ingin bercokol di  singgasana kekuasaan. Potensi kaum muslimin yang  dahsyat hanya  dijadikan andalan penarik gerbong suara disetiap pemilu atau pilkada  tiba.
Bangsa ini bukan saja tidak bersyukur, bahkan kehilangan rasa malunya  kepada Allah dan Rasulullah Saw. Bangsa kita sudah sering diremehkan  negara asing, dan kita tidak malu. Umat Islam pun kena imbasnya. Betapa  banyaknya orang yang mengaku Muslim, tapi mereka mengganti syari'at  Allah dengan sistem jahilyah, tanpa rasa malu. Mereka menolak ajaran  Islam, dan menerima paham sesat tanpa rasa malu. Mereka mengingkari  Allah, mengumpat Rasulullah, dan menghina Al-Qur'an, tanpa rasa malu.  Ada juga orang Islam yang menjauhi masjid lalu menukarnya dengan  mengunjungi klub malam, tanpa rasa malu. Para wanita bergaul bebas,  menolak berpakaian jilbab untuk menutup aurat, lalu menggantinya dengan  pakaian 
yoe can see, pakaian tanktop, tanpa rasa malu.
Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah: Sesungguhnya  rasa malu merupakan fasilitas Ilahiyah, yang dimiliki orang-orang  beriman, untuk menyelamatkannya dari fitnah, sehingga apabila ia berniat  melakukan kemaksiatan ia akan malu kepada Allah. Ketika mata menyuruh  untuk melihat kemungkaran, rasa malu menghalanginya dan berkata, jangan  engkau lihat. Ketika telinga menyuruh untuk mendengar ucapan buruk, rasa  malu mengatakan, jangan engkau dengar. Dan ketika kaki menyuruh untuk  berjalan, rasa malu mengingatkan, jangan engkau berjalan untuk  bermaksiat kepada Allah Swt.
Akan tetapi, jika seseorang sudah kehilangan rasa malu, maka ibarat  kuda liar yang sulit dikendalikan, bebas berbuat sesuka nafsunya. Bagai  sebuah ungkapan, "
Idza lam tas tahi fasna' ma syi'ta (Jika kamu  tidak punya rasa malu maka berbuatlah sesukamu)."
Dalam kaitan ini, patut kita renungkan pertanyaan Al-Qur'an:
"Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan  kepadamu dari Tuhanmu adalah benar, sama dengan orang yang buta? Hanya  orang-orang yang berakal saja yang bisa mengambil pelajaran." (Qs.  Ar-Ra'd, 13:19).
Sungguh tidaklah berakal, orang yang mengetahui syari'at Islam lebih  baik dari demokrasi, tapi anti syari'at. Tidaklah berakal, orang yang  meyakini bahwa masjid lebih baik dari bioskop, mushaf Qur'an lebih mulia  dari majalah porno, membaca Qur'an lebih maslahat daripada berdangdut  ria, dan bersahabat dengan orang shalih lebih baik dari penjahat; malah  mengikuti perbuatan yang tidak baik itu. Sama tidak berakalnya, orang  yang ingin memberantas pelacuran, perjudian, malah menyediakan  lokalisasi pelacuran dan judi. Menangkap para pemabuk, tapi membiarkan  pabrik minuman keras beroperasi dan menerima pajak cukup besar dari  pabrik tersebut. Ingin menyelamatkan generasi muda dari kerusakan  akhlak, prilaku seks bebas dan narkoba, tapi membiarkan beredarnya  majalah porno. Para artis mengadakan penyuluhan anti Aids/ HIV, tapi  disaat lain mereka mengadakan kontes ratu bencong nasional, menggalakkan  kawin sejenis. Logika mana yang membenarkan, bahwa segala penyakit  masyarakat (pekat) ini dapat diberantas tanpa melenyapkan penyebabnya?
Masalahnya sekarang, apakah rakyat Indonesia percaya bahwa syari'at  Islam lebih baik dari demokrasi, dan Al-Qur'an serta sunnah Nabi lebih  lengkap dan mulia dari KUHP warisan penjajah? Mengapa bangsa ini bangga  mengikuti sistem hidup yang sudah jelas gagal memperbaiki tarap hidup  masyarakat, gagal menghentikan terorisme dan korupsi, gagal mengatasi  dekadensi moral dan kriminalitas, bahkan gagal meraih cita-cita hidup  berbangsa dan bernegara?
Apa jadinya negara ini jika diurus oleh orang-orang yang tidak  berakal, yang tidak bisa membedakan antara benar dan salah, antara  korupsi dan gaji, antara muslihat dan maslahat? Apa jadinya nasib rakyat  Indonesia, jika pejabat yang diamanahi menyelesaikan masalah korupsi,  justru menjadi bagian dari jaringan para koruptor? Yang akan terjadi  pastilah malapetaka, sebagaimana firman Allah Swt:
"Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang menukar nikmat  Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?  (Qs. Ibrahim, 14:28).
Kenyataannya, negeri kita kian jauh dari rahmat Allah dan semakin  akrab dengan azab. Dosa yang dilakukan secara individu maupun kolektif  di negeri ini sungguh dahsyat. Potensi kebaikan tidak sebanding dengan  kekuatan jahat yang merusak masyarakat. Amirul Mukminin,  Ali bin Thalib  ra berkata: "Tidaklah turun bencana kecuali diundang oleh dosa. Dan  tidak akan dicabut suatu bencana kecuali dengan tobat."
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah 
Penyebab Kebinasaan
الله اكبر الله اكبر و لله الحمد
Di hari Idul Fithri, saat kita bersimpuh di haribaan Ilahy, negeri  kita tengah menghadapi begitu banyak persoalan hidup, dengan berbagai  kejadian serta pengalaman yang memedihkan, seakan kita sedang berdiri di  tepian jurang di malam gelap gulita. Peristiwa bencana alam terus  melanda, kemiskinan, dekadensi moral yang kronis, korupsi yang  menggurita. Segala musibah alam dan penderitaan ini datang bertubi-tubi,  seakan negeri ini tengah menuai akibat dari kelakuan pemimpin mereka  yang tidak Islami, amoral, ingkar janji, korupsi, dan tidak tunduk pada  aturan Ilahy dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Marilah  kita muhasabah, sekaligus koreksi total atas dosa apa yang tengah  melingkupi penguasa serta rakyat negeri ini.
Kita tengah menyaksikan kemungkaran kolektif secara sistematis.  Rasulullah Saw menginformasikan, bahwa sumber kerusakan di masyarakat  yang terjadi di segala zaman disebabkan antara lain: 
pertama,  kekuasaan Negara berada di tangan kaum munafiq. Nabi Saw bersabda:
لَنْ تَقُوْمَ السَّاعَةُ حَتَّىْ يَسُوْدَ كُلَّ  قَبِيْلَةٍ مُنَافِقُهَا [رواه الطبراني]
"Tidak akan terjadi kiamat sebelum setiap kabilah dipimpin oleh  orang-orang munafiq." (Hr. ath-Thabrani)
Jika kekuasaan Negara berada di tangan orang munafiq, niscaya erosi  iman akan melanda keyakinan umat, dan mengikis jiwa agama dari hati  rakyat. Perilaku umat yang kering dari ajaran agama akan menyuburkan  kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah.
Di dalam Qur'an dinyatakan, model kepemimpinan di dunia ini hanya ada  dua, yaitu pemimpin yang mengajak kepada 
an-Nur dan pemimpin  yang mengajak kepada 
an-Nar. Pemimpin yang mengajak pada 
Nur  (cahaya/petunjuk), disebutkan dalam Qs. Al-Anbiya, 21:73:
"Kami jadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi  petunjuk dengan perintah Kami, dan telah Kami wahyukan kepada mereka  mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunai kan zakat, dan hanya  kepada Kamilah mereka menyembah."
Seorang pemimpin yang baik, dia memerintah dengan petunjuk Allah, dan  menjadi pelopor kebajikan serta memotivasi rakyatnya untuk tekun  beribadah, mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat. Itulah   misi  konstitu sional pemimpin taat pada kebenaran.
Alangkah baiknya jika para pemimpin negeri ini belajar pada kebijakan  khalifah Umar Ibnul Khathab, tatkala rakyat yang dipimpinnya mengalami  pacekelik. Beliau yang bergelar Al-Faruq, telah meletakkan dasar-dasar  semangat saling membantu dan meringankan beban sesama, tentang bagaimana  seharusnya para pemimpin berbuat pada saat rakyatnya mengalami  penderitaan?
Pada masa kekhalifahan Umar Ibnul Khattab ra, pernah terjadi kemarau  panjang, diikuti bencana alam, gempa bumi dan angin badai, sehingga  kelaparan merajalela, wabah penyakit melanda masyarakat dan hewan  ternak. Demikian sedih menyaksikan kondisi rakyatnya, sehingga beliau  bersumpah tidak akan makan daging dan minum susu sebelum bahan makanan  tersebut dinikmati oleh semua penduduk. Umar yang Agung berusaha keras  menundukkan ambisi pribadinya, mengendalikan kepentingan diri dan  keluarganya, demi mengutamakan kepentingan rakyat yang lebih  membutuhkan. Sehingga keluarlah ucapannya yang terkenal: "Bagaimana aku  dapat memperhatikan keadaan rakyat, jika aku sendiri tidak merasakan apa  yang mereka rasakan."
Sungguh mulia hati Umar al-Faruq. Ucapannya tidak hanya retorika,  bukan sekadar curhat kepada masyarakat, bukan cuma janji, tapi menjadi  sikap politik dan karakteristik kepemimpinannya yang agung.
Apabila seorang pemimpin mempelopori kemungkaran, sama artinya  menjerumuskan rakyat ke 
Nar (kesesatan/neraka).
"Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru manusia  ke neraka dan di hari kiamat mereka tidak akan ditolong. Dan Kami  ikutkanlah la'nat kepada mereka di dunia ini, dan pada hari kiamat  mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan dari rahmat Allah." (Qs.  Al-Qashas, 28:41-42).
Informasi ayat ini sungguh mengerikan. Sudah 65 tahun Indonesia  meredeka, rakyat Indonesia seperti didorong-dorong ke jalan sesat menuju  neraka. Indonesia menjadi pewaris aturan, undang-undang serta peradaban  jahiliyah yang mengingkari petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Di zaman orla, Soekarno mendorong-dorong rakyatnyakeneraka melalui  ideologi Nasakom (Nasionalis, agamamis, komunis). Zaman berganti orba,  Soeharto mendorong rakyat ke neraka melalui asas tunggal. Pada era  reformasi sekarang, penguasa mendorong rakyatnya keneraka melalui jalan  demokrasi. Bahkan, baru-baru ini Kementerian Agama melakukan  'deradikalisasi Al-Qur'an' melalui penerbitan Al-Qur'an dan Terjemahnya  versi terbaru (2010). Kita tidak tahu musibah apa yang menimpa nanti,  tapi yang sudah pasti, kini negara kita kian jauh dari rahmat Allah dan  semakin akrab dengan azab.
Ketika pemimpin eksekutif, legislative, dan yudikatif dijabat oleh  orang-orang yang tidak mengindahkan agama, tidak terikat dengan hukum  Allah dan Sunah Rasulullah, maka dia sulit membedakan yang benar dan  salah, antara petunjuk Allah dan rayuan syetan, antara maslahat dan  muslihat. Apabila penguasa durhaka yang mengendalikan pemerintahan,  bersama mereka pastilah diikuti laknat, dan rakyat jadi korban utamanya.  Disaat demikian, betapa sulitnya menemukan pimpinan yang shalih, cerdas  dan berakhlak mulia; yang dapat dipercaya kejujuran dan keberaniannya  dalam menegakkan keadilan dan menumpas kejahatan.
Faktanya, di alam reformasi ini, banyak orang-orang yang naik jadi  pemimpin, bukan karena reputasi intelektual maupun moral, melainkan   popularitas dan  banyak uang. Sudah banyak bupati, wali kota datang dari  kalangan pengusaha, bahkan mantan wanita tuna susila, artis dangdut,  pelawak, koruptor., atau orang-orang yang tidak jelas latar belakang  ilmu maupun profesinya. Indikasi feodalisme pun kian merebak. Jabatan  kepala daerah bisa diwariskan dari suami pada istri, dari ayah pada anak  perempuan, atau menantu, persis seperti di zaman orde baru. Dikala  Indonesia dilanda berbagai krisis, mampukah seorang kepala daerah hasil  KKN mengatasi problem hidup rakyat?
Seperti ungkapan seorang shalih, "Ketika agama dimuliakan di atas  harta dunia, maka Allah Swt akan membuat dunia hina baginya. Dan ketika  kita menyembah harta dunia, maka agama akan hilang dari lubuk hati dan  para pencari dunia pasti akan mengalahkan kita."  Lalu, manfaat apa yang  dapat diharapkan rakyat  dari jenis pemimpin berkualitas rendah, dengan  dosa sosial serta moral yang bertumpuk?
Penyebab kedua, adalah Ulama fasiq. Rasulullah Saw  bersabda:
يَكُوْنُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ عُبَّادٌ جُهَّالٌ  وَقُرَّاءٌ فَسَقَةٌ [أبو نعيم والحاكم]
"Akan muncul di akhir zaman orang-orang yang tekun beriba- dah  adalah bodoh, sedang para ulama' rusak moral dan pikirannya." (Abu  Nu'aim dan Hakim)
Ulama' fasik, yang rusak moral dan pikirannya, suka mempermainkan  agama, menyebabkan kalangan awam menjauh dari agama sehingga memberi  peluang bagi penguasa untuk menjauhkan syari'at Islam dari praktek  kehidupan, dalam mengatur pemerintahan dan Negara. Sebab, ulama' yang  sudah rusak akhlaknya dapat dengan mudah diperalat untuk merusak  masyarakat.
Di negeri kita, ulama dan tokoh agama makin sering terlibat perebutan  kuasa dan jabatan yang menggiurkan. Para pimpinan ormas Islam, kyai,  muballigh dan ustadz, tidak bersemangat lagi menyerukan amar ma'ruf dan  nahyu mungkar, malah beramai-ramai menyosialisasikan demokrasi,  toleransi, dan hak asasi manusia di bawah bayang-bayang konsep golongan  kafir yang diwariskan kaum Yahudi dan Nashrani. Tanpa disadari, mereka  menambah jumlah orang kafir yang anti syari'at Islam.
Sementara partai politik sibuk mengakali rakyat dengan berbagai  aturan yang jauh dari kepentingan rakyat. Para pejabat saling lempar  tanggungjawab daripada mengurus rakyat yang kelaparan, terancam  penggusuran, kehilangan tempat berteduh, dan terancam jiwanya oleh  ledakan gas. .Sangatlah disayangkan, pemerintah seolah absen dan gagal  melindungi rakyatnya dari ancaman kemiskinan, pemurtadan, pengaruh  aliran sesat, serta provokasi orang-orang kafir.
Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu
Wahai kaum Muslimin, di hari yang penuh barakah ini, marilah kita  buktikan bahwa Umat Nabi Muhammad Saw. belum sirna di negeri ini, dengan  menegakkan syari'at Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat  dan Negara. Marilah kita ikhlas dalam beragama, agar Allah menolong  kita dalam urusan dunia.
Oleh karena itu, seruan untuk menegakkan kemanusiaan yang adil dan  beradab, kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, di atas  landasan Syari'at Islam; bukan saja untuk membebaskan manusia dari  belenggu kemiskinan dan penindasan. Tetapi juga untuk membebaskan  masyarakat dari ancaman pemurtadan, jeratan paham sesat, serta  intervensi asing, yang kini terus meruntuhkan harga diri bangsa kita.
Umat Islam hendaknya bersatu padu melawan kezaliman, aliran sesat dan  misi pemurtadan, dengan mengambil hikmah dari ibadah shalat berjamaah.  Jika kita berada dalam shaf shalat berjamaah di masjid, lalu ada yang  menyenggol atau menginjak kaki, kita tidak pernah marah. Kita juga tidak  merasa perlu menanyakan dari negeri atau suku apa saudara Muslim  disebelah kita. Sebab, setiap Muslim datang shalat jamaah mengharap  keridhaan Allah semata-mata, maka dia rela berbagi, bertenggang rasa,  dan saling menguatkan dengan saudara Muslim lainnya. Allahu Akbar!
Munajat :
Mengakhiri khutbah ini, marilah kita memohon kepada Allah, agar   diberi keselamatan dari segala keburukan, diberi kebaikan yang paling  sempurna, kehidupan yang sejahtera, waktu yang paling bahagia. Semoga  Allah Swt berkenan memperperbaiki amal-amal kita dan membersihkannya  dari kesyirikan serta kemunafikan :  
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بِهِ بَيْنَتَا  وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَاتُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ  وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَآئِبَ الدُّنْياَ   اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَابِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا  مَاأَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى  مَنْ ظََلَمَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَلاَتَجْعَلْ  مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَا وَلاَتَجْعَلِ الدُّنْياَ أَكْبَرَ هَمِّنَا  وَمَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَتُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا.  اَللَّهُمَّ الْعَنِ الْكَفَرَةَ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ  الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ  وَيُقَاتِلُوْنَ اَوْلِيَآءَكَ. اَللَّهُمَّ اَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا  وَاَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ وَنَجِّنَا مِنَ  الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ وَبَارِكْ لَنَا فِى أَسْمَاعِنَا  وَاَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَتُبْ  عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى  مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ  العَالَمِيْنَ.          
Ya Allah, ya Tuhan kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut  kepada-Mu apa yang kiranya dapat menghalang antara kami dan maksiat  kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi ta'at kepada-Mu apa  yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke surga-Mu; dan (bagi-bagikan  juga kepada kami) demi ta'at kepada-Mu; dan demi suatu keyakinan yang  kiranya dapat meringankan beban musibah dunia kami. Ya Allah, ya Tuhan  kami! Senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan  kami dan kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami,  dan jadikanlah ia sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembelaan  kami (memukul) orang-orang yang menzhalimi kami serta bantulah kami  untuk menghadapi orang-orang yang memusuhi kami; dan jangan kiranya  Engkau menjadikan musibah kami ini mengenai agama kami, jangan pula  Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar, juga  sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah Engkau  kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang kepada kami.
Source:   http://arrahmah.com/index.php/blog/read/9099/khutbah-idul-fithri-1431#ixzz0zYsDY8hW