Di sabtu yang panas, kesempatan membaca tulisan Abdul Munir Mulkhan, seorang Guru besar UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta, yang jugaanggota Komnas HAM. Tulisannya di muat di: http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=150437
Saya pun terterik untuk mengomentari, tetusaja komentar berdasarkan pendapat saya sendiri.
Di awal tulisan, pikiran saya menerka-nerka, maksud dari tulisan
Puasa terasa berbeda ketika Pemda DKI di negeri sejuta masjid ini tahun ini meminta bantuan FPI untuk mengamankan jalannya ibadah puasa. Karena itu, muncul sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan reputasi ormas tersebut, yang lebih dikenal dengan tindak kekerasannya.Saya tangkap dari tulisan itu, kesaanya sipenulis sangat benci dengan FPI sehingga merasa sakit hati ketika FPI dijadikan oleh Pembda DKI untuk mengamankan jalannya ibadah puasa. Ditambah lagi tulisan di bawahnya:
Karena itu, dengan puasa sebulan penuh, seorang muslim diharapkan menjadi lebih santun, mendahulukan dialog dan logika daripada kekuatan fisik dalam menyelesaikan berbagai masalah hubungan sosial.Tulisan tersebut lebih menguatkan dugaan bahwa penulis memang benci dengan FPI. Padahal anggota FPI juga manusia, yang harus nya Hak-Hak nya termasuk Hak terbebas dari penyakit masyarakat. (Sebagai anggota HAM harusnya tau lah)
Beberapa paragraf setelah itu tetap membahas masalah sepak terjang FPI, walau tidak secara terang-terangan membahasnya. Kemudian
Adalah hal biasa di bulan suci, semua orang cenderung membersihkan segala yang maksiat dengan menutup kafe-kafe yang selama bulan-bulan lain seperti diizinkan beroperasi dan dibiarkan ingar-bingar. Jadilah banyak orang yang kehilangan pendapatan di bulan suci ini, sementara anak dan keluarga mereka juga butuh makan untuk takjil dan sahur serta berlebaran nanti.
Dari tulisan tersebut kesannya penulis tidak menginginkan adanya penutupan kafe-kafe selama bulan ramadhan. Dengan alasan hilangnya pendapatan orang-orang yang membuka kafe. Kenyataanya selama ramadhan malah penjual makanan/minuman tambah menjamur di pinggir jalan ketika waktu berbuka. Harusnya omset mereka tidak bermasalah, malah mungkin naik. Saya heran kenapa orang-orang pembela HAM selalu membela sesuatu yang merupakan hasil dari sesuatu yang berhubungan dengan Islam. Seperti masalah nikah siri, poligami, korban pengeboman. Mereka tidak mau bersuara ketika acara TV telah membuat remaja yang free sex makin banyak, atau ketika tersangka teroris yang namanya pun tidak tau di tembak polisi tanpa ada peradilan. Termasuk ketika HAM masyarakat non Hindu ketika hari raya Nyepi di bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar