EMPIRIS: Sekali lagi, media massa menunjukkan kegagahannya. FPI sekarang yang menjadi sasaran tembaknya. Trial by the Press menghantarkan FPI menjadi terdakwa yang harus segera dihukum, dengan cara dibubarkan. Provokasi-provokasi media massa ke tengah ruang publik menyisakan banyak tanda tanya bagi Ummat Islam Bangsa Indonesia.
Setidaknya beberapa catatan kritis di bawah ini mesti jadi bahan perhatian kita semua:
1. Kenapa media massa seperti Kompas dan MetroTv sepertinya mengabaikan fakta kalau aktivitas AKK BB pada hari itu melanggar UU yang mengatur masalah demonstrasi? Kompas dan MetroTv secara tendensius langsung memvonis FPI sebagai ormas yang merusak semangat dan nilai-nilai keIndonesiaan, mendakwa FPI sebagai ormas yang tidak berhak menamakan dirinya sebagai pembela Islam dan seterusnya. Yang pada ujung kesimpulannya, FPI harus segera dibubarkan oleh pemerintahan SBY.
2. Kenapa harian Koran Tempo sebagai surat kabar nasional terkemuka tidak melakukan prosedur jurnalisme yang sesuai dengan harum namanya? Akibatnya, sekali lagi FPI menjadi korban fitnah yang cenderung terencana.
3. Kenapa tidak jelas terungkap di media massa kalau pada waktu kejadian, FPI hanyalah salah satu unsur ormas dari sebuah kegiatan demonstrasi yang sesuai dengan hukum (mendapatkan izin) dalam rangka menolak kenaikan harga BBM?
4. Kenapa SBY-JK sangat sigap sekali menanggapi keinginan orang-orang yang menghendaki pembubaran FPI? Bahkan seperti dengan sangat berlebihan, langsung menggelar rakor polkam. Padahal, Ummat Islam yang menghendaki pembubaran Ahmadiyyah lebih banyak, insiden berkaitan dengannya pun jumlahnya lebih dari satu kali. Kenapa Presiden sepertinya lebih bernafsu membubarkan FPI daripada Ahmadiyyah? Catatan tambahan: pada waktu kejadian FPI sedang menjaga keamanan Massa ormas-ormas Islam dalam mendemo kebijakan SBY-JK (kenaikan harga BBM), apakah ini ada kaitannya?
Dari catatan-catatan kritis di atas, setidaknya kita mesti waspada atas hal-hal sebagaii berikut:
1. Adanya kemungkinan kalau isu pemukulan oknum-oknum AKK BB memang diharapkan oleh orang-orang yang menggagas AKK BB. Pemukulan itu memang sangat potensial untuk membalikkan keadaan yang sekarang menjepit Ahmadiyah. Dengan cara memposisikan orang-orang Ahmadiyyah dan orang-orang yang bersamanya menjadi sebagai pihak yang teraniaya, ada kemungkinan arah angin akan berubah. Simpati publik, itulah yang diharapkan orang-orang AKK BB. (mirip kenaikan SBY menjadi presiden, skenario mendapatkan simpati publik dengan menjadi pihak yang teraniaya).
2. Selain itu insiden Monas bisa jadi pengalih isu Media Massa. Saat ini setidaknya pemerintahan SBY-JK sedang kerepotan menghadapi isu Kenaikan BBM dan SKB 3 mentri mengenai Ahmadiyah. Dengan terjadi insiden Monas, maka isu media massa jadi berubah. Isu yang hangat sekarang adalah tentang kebrutalan orang-orang macam FPI yang merusak kebhinekaan di Indonesia. Isu yang kemudian diharapkan menjadi konsumsi polemik publik adalah isu tentang bagaimana berIslam yang baik. Seperti sekali lempar batu, 2 burung mati, bukan?
3. Ummat Islam Bangsa Indonesia mesti mewaspadai kemungkinan tenggelamnya rencana pemerintah menerbitkan SKB 3 mentri mengenai keberadaan Ahmadiyyah.
4. Ummat Islam Bangsa Indonesia jangan mau menjadi korban dari kemungkinan adanya upaya mengadu domba Ummat Islam Bangsa Indonesia dengan jalan mengadu-adukan ormas-ormas Muhammadiyyah, NU dengan ormas-ormas muda seperti FPI.
Terlepas dari semua hal di atas, insien Monas adalah hasil dari ketidaktegasan Pemerintahan SBY-JK dalam menindak keberadaan Ahmadiyah yang melakukan penodaan terhadap agama Islam. Inilah bukti kongkrit dari kesulitan yang dihadapi Ummat Islam bila memposisikan diri berada di bawah konstitusi yang tidak mengakui Islam sebagai seperangkat Diin yang utuh. Karena dibawah konstitusi yang sekarang diakui, Islam hanya dipandang sebatas agama, tidak lebih dari sekedar sebuah ajaran tentang baik dan buruk, yang tidak mempunyai peraturan bagi pemeluknya yang melanggar peraturan.
Sumber: http://pkspiyungan.blogspot.com/2008/06/catatan-kritis-insiden-monas.html
1 komentar:
FPI menurut watashiwa menjadi kambing hitam oleh pemerintah dalam mengalihkan masalah yang lebih besar yang dihadapi rakyat Indonesia yaitu kenaikan BBM.
Dalam hal ini media massa memang menjadi aktor utama dalam hal ini. Betapa tidak berita tentang FPI selalu dikaitkan dengan kekerasan padahal ketika melakukan aksinya FPI selalu mengikuti prosedur polisi.
Terus kenapa polisi dalam hal ini membiarkan 2 kelompok yang berbeda pemikiran dan prinsip bisa bertemu di dalam tempat yang menjadi simbol negara yaitu di Monas.
Padahal sebelum aksinya FPI sudah meminta izin ke polisi, aneh?
http://agama.infogue.com/catatan_kritis_insiden_monas
Posting Komentar