Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Cari Blog Ini

07 Oktober 2008

Lagi-lagi Novel jadi Film


Tadi malem, di hari ke-dua ku menjadi bujangan karena Istri dan Anak piknik ke Bali, saya sempat kan nonton film yang menurut media fenomenal, Laskar Pelangi. Apa sih yang buat saya tertarik menonton film Indonesia ini? Mungkin yang paling utama ya karena saya sudah (belum selesai sih) membaca Novelnya, kemudian ya gara-gara rumor tentang ke-dasyat-an film ini.
Saya pilih lokasi di SuToS (Surabaya Town Square), dan show time pada pukul 19:00, jadi saya harus menunggu kurang lebih satu jam karena saat itu masih pukul 17:50. Tiga puluh menit sebelum pemutaran, ternyata penonton telah menyebut di lobi XXI cinema. Di dominasi oleh Ibu-ibu dan Anak-anak rasanya seperti mau menonton film Power Rangers the Movie. Agak kikuk juga sih, apakah saya salah menonton film ini. Tapi ternyata penonton dewasa, yang mayoritas berpasangan, masih banyak juga.

Film di buka dengan cover berupa animasi pelangi yang cukup bagus. Kemudian menampilkan suasana Belitong tempo dulu beserta narasinya. Bagi saya, yang telah membaca novelnya, pikiran ini selalu menggali, adegan film ini sesuai dengan bagian novel yang mana. Itu lah sebenarnya yang menggangu keasyikan dalam menonton film ini. Selalu berusaha menghubungkan filmnya dengan novelnya. Jika ada yang tidak sesuai, maka akan merasa film nya tidak sesuai dengan novel. Memang di film itu banyak bagian novel yang di ubah. Tidak mudah tentunya mengubah novel (tanpa gambar) menjadi sebuah seni gambar bergerak. Contohnya adalah bagaimana caranya menjelaskan rasa gatal yang dirasakan Ical dan kawan-kawan ketika memainkan teaterikal tujuh belasan. Di film hanya di jelaskan dengan garukan, yang mungkin sebagian orang tidak mengerti (apalagi yang tidak baca novelnya), dan baru di adegan selanjutnya di sebutkan bahwa rasa gatal itu tidak hilang berhari-hari.

Makanya, gara-gara mebanding-bandingkan itu, akhirnya saya tidak menikmati film ini. Ah ruginya, baru kepikiran sekarang. Kenapa ya koq saya merasa film ini ceritanya terpotong-potong. Seandainya saya belum pernah membaca novelnya, tentu saya dapat menikmati film ini seperti ketika saya menikmati film Da Vici Code, dimana alurnya dapat menghanyutkan pikiran ini.
Yah sudahlah, lain kali mending nonton filmnya dulu baru baca bukunya. ^_^

Tidak ada komentar: