Pada salah satu milis yang saya ikuti, ada kiriman artikel dengan judul Tehnik Kepemimpinan Jawa dalam Pribadi Barack Obama.
Ada beberapa yang menggelitik hati saya untuk mengomentarinya. Namun karena milis tersebut bukan milis politik, maka lebih baik saya mengomentarinya di blog saya sendiri.
Ada beberapa yang menggelitik hati saya untuk mengomentarinya. Namun karena milis tersebut bukan milis politik, maka lebih baik saya mengomentarinya di blog saya sendiri.
Tehnik Kepemimpinan Jawa dalam Pribadi Barack Obama
Ditulis oleh: Vincent Liong dan Anton Widjojo
Tempat, Hari & Tanggal: Jakarta, Kamis, 4 September 2008
Dalam budaya Jawa, pemimpin itu adalah karena suratan nasib, dan didukung oleh orang-orang yang ingin dipimpin oleh dirinya. Seorang pemimpin dari dalam lubuk hatinya tidak pernah ingin dan merasa layak untuk menjadi pemimpin. Bahkan untuk menghindari bahwa ia diharuskan memimpin, ia akan menceritakan segala kekurangannya, keterbatasannya, dengan harapan tidak dituntut untuk memimpin. Bilamana masyarakat tetap berkehendak agar dia yang memimpin, maka ia akan meminta bantuan dari rakyat agar dirinya dapat memimpin dengan benar.
Dalam kasus calon presiden Amerika yang bernama Barack Obama, yang pernah mengalami sebagian masa kecil di Jakarta dan memiliki ayah tiri yang adalah orang Indonesia; tampak sekali pengaruh pola kepemimpinan budaya Jawa.
Bila dijabarkan lebih jauh, point-pointnya sbb:
* Kedaulatan Rakyat; Dalam sistem ini bagaimana rakyat itu mendaulatkan kekuasaan kepada pemimpin dengan rasa percaya, rasa kerjasama dan kompromi. Sehingga pemimpin itu bisa membawa negara bersama-sama rakyat, untuk bergerak secara terorganisasi demi mencapai cita-cita bersama.
Setuju, ini penting. Rakyat menyerahkan kekuasaan pada pemimpin dengan rasa percaya. Kompromi? Perlu sebuah ketegasan agar sesuatunya bisa berjalan.
* Pemimpin itu tidak perlu menonjolkan ambisi dan kelebihannya walaupun dirinya memiliki sekian banyak kelebihan. Melainkan hanya menjalankan keinginan rakyat bukan keinginannya
sendiri.
Sepertinya ini sebuah kesalahan. Seorang pemimpin hanya menjalankan keinginan rakyat? Jadi pemimpin itu = boneka. Bukankah arti pemimpin adalah orang yang memimpin, yang mengarahkan, yang mengantur. Di sebuah perusahaan apakah seorang pemimpin (Direktur) menjalankan usahanya atas keinginan para karyawan? Tentu tidak. Pemimpin harusnya memiliki kemampuan di atas rata-rata rakyatnya. Dia harusnya bisa berpikir selangkah lebih maju dari rakyat-rakyatnya. Seandainya di sebuah tempat mayoritas rakyatnya bodoh, bukankan tugas seorang pemimpin untuk membuat rakyatnya pintar? Masa dia menuruti kata-kata bodoh dari rakyat yang bodoh?
* Tanggungjawab kemajuan dan keutuhan negara bukan sekedar tanggungjawab pemimpin, melainkan tanggungjawab bersama; pemimpin dan masyarakatnya.
Tentu saja tanggung jawab kemajuan dan keutuhan adalah tanggung jawab pemimpin. Jika sebuah negara menjadi turun derajatnya, maka yang paling patut disalahkan adalah pemimpinnya. Jika memang dia memiliki arah jelas dapam membangun suatu negara, kenapa tidak dijalankan? Jika alasannya karena rakyat tidak mau menjalankan, itu juga merupakan kesalahan seorang pimimping. Tidak dapat mengendalikan rakyat!!!
* Pemimpin juga ikut mengajak rakyat untuk memikirkan bagaimana sulitnya mengambil suatu kebijaksanaan, sehingga dengan cara demikian tidak akan pernah ada janji-janji kosong.
Harusnya tidak pernah ada janji-janji kosong! Karena jika hanya bisa maju memimpin jika memang sifatnya mulia. Bukan pembohong
* Pemimpin memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memberikan ide, input; untuk pembaharuan demi kemajuan bersama. Sehingga lebih cepat terjadi pembaharuan.
Untuk itu harus berpihak pada rakyat, dan tentu merakyat. Bantu lah rakyat maka rakyat akan membantu mu.
* Pemimpin bisa memberikan kepada rakyatnya suatu pengharapan akan masa depan yang lebih baik, dengan adanya pengharapan maka semangat orang akan terbangun.
Makanya pemimpin harus memiliki inisiatif dalam bertidak, bukah hanya mengikuti kemauan rakyat!
Sistem ini membuat perjalanan seorang pemimpin dalam memimpin negara menjadi lebih mudah, persatuan kesatuan, rasa kebersamaan dan tanggungjawab dipikul bersama sehingga tidak ada saling menyalahkan lagi. Semangat berjuang membangun untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.
Perlu dibuat suatu sistem yang dapat menyatukan seluruh rakyat. Sistem kompromi berlebihan terhadap rakyat akan menjerumuskan negara ini. Sistem ini menjadikan negara tidak akan maju, karena semuanya harus di kompromikan pada rakyat. Pemimpin harus tegas dalam menjalankan keputusan yang telah dibuatnya, walau itu menyakitkan rakyat. Jika nantinya menjadi rakyat yang lebih baik dan beradab mengapa tidak? Seperti pahitnya obat untuk kesembuhan.
Harusnya kita kembali pada tujuan awal kemerdekaan ini. Yaitu Pancasila. Sebuah negara yang berdasarkan pada Tuhan, pada Agama. Bukan negara sekular. Mana ada agama yang memperbolehkan pelacuran? Perjudian? dll. Tapi nyatanya masih bisa kita saksikan dengan mudah.
Dengan pancasila negara menjadi negara yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Harusnya tidak ada lagi demo-demo buruh, karena buruh dianggap sebagai rekan kerja, bukan sebagai budak. Tidak adalagi kelaparan, karena negara akan mengeluarkan peraturan yang mengharuskan orang yang mempunyai harta lebih untuk membagi kepada orang yang tidak mampu.
Negara adalah negara yang bersatu, bukan hanya kumpul jadi satu. Tetapi bersatu. Tidak adalagi penjilat-penjilat atas kepetingan asing.
Negara juga menggunakan azaz musyawarah untuk mufakat, bukan mekanisme voting. Voting adalah representasi suara mayoritas, tetapi belum tentu suara yang benar. Dengan musyawarah, maka dapat dilakukan suatu tukar pikiran, dimana yang salah di benarkan, bukan sebaliknya yang benar kalah dengan mayoritas yang salah.
Terkahir, negara menjamin adanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Tidak ada lagi rasisme di segala bidang termasuk pekerjaan. Tidak ada lagi pelecehan terhadap orang-orang kecil oleh para hartawan. Tidak ada lagi gap antara perbedaan suku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar